Siapakah Oknum yang “Bermain” di Pertambangan Gunung Bentar?

PROBOLINGGO, TI – Aktivitas pertambangan yang diduga “dibungkus” kegiatan pematangan lahan yang berada di area Gunung Bentar, Desa Curah Sawo, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, menjadi sorotan publik, khususnya para pemerhati hukum di Kabupaten Probolinggo. Pasalnya, status tanah yang tercatat dalam sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara (SIMAK-BMN) tersebut di bawah naungan Lantamal V TNI AL, dan diduga menjadi ajang bisnis ilegal oknum pengusaha dan pejabat.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pemberdayaan Masyarakat untuk Keadilan (PEKA) Kabupaten Probolinggo, M. Hasan Basri mengungkapkan, kegiatan usaha pertambangan diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam perundang-undangan tersebut, ada beberapa tahapan perizinan yang wajib dilalui sebelum kegiatan pertambangan dilaksanakan.
“Untuk mempersingkatnya, kita bahas perihal Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang wajib dikantongi bagi badan usaha maupun perorangan yang ingin melakukan kegiatan pertambangan. Perlu diketahui, IUP terdiri atas dua tahap yakni Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Dan Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. IUP diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan,” terang alumni fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini, Selasa (21/9/21).
Di samping itu, lanjut Basri, sapaannya, IUPK juga terdiri atas dua tahap yakni IUPK Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Serta IUPK Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. IUPK dapat diberikan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, baik berupa badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, maupun badan usaha swasta. “Bila kelengkapan perizinan tidak dimiliki, maka kegiatan pertambangan dikategorikan ilegal. Dan hal itu bisa berdampak pada sanksi pidana dan denda,” ungkapnya.
Selain itu, adanya dugaan praktik Pungutan Liar (pungli) per retase tanah urug sebesar Rp. 5.000,00 dalam kegiatan pertambangan di Gunung Bentar, Desa Curah Sawo, juga tak lepas dari sorotan LBH PEKA Probolinggo. Dimana menurut pengakuan mantan Kepala Desa Curah Sawo, H. Akbar, kepada wartawan salah satu media online (pemberitaan) menyampaikan, jika retribusi tersebut diperuntukkan untuk Muspika.
“Kami akan membentuk tim investigasi di lapangan, terkait legalitas kegiatan pertambangan dan adanya dugaan pungli tersebut. Jika dari hasil investigasi nanti ditemukan dugaan pelanggaran hukum, kami tak segan membawanya ke ranah hukum,” pungkasnya.
Sementara itu juru bicara AMPUH (Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup) Jawa Timur, Ali Safit Tarmizi,SH,MH, mengutuk keras setiap tindakan perusakan alam yang merubah struktur dan bentuk ekosistem. Kepada wartawan, Safit mengungkapkan keprihatinannya.
“Saya menduga lambatnya pembangunan jalan tol Probolinggo Timur sampai Besuki akibat carut marut disana. Saya sudah berkoordinasi dengan AMPUH Besuki untuk segera melayangkan nota protes kepada Presiden Joko Widodo agar diteruskan kepada Menteri PUPR dan Perumahan Rakyat,” paparnya.
Seharusnya, lanjut Safit, OTT KPK kepada Bupati Tantri sudah cukup menjadi shock theraphy terhadap aparatur pemerintah Kabupaten Probolinggo. Bila dirasa perlu maka bisa dilanjutkan untuk OTT terhadap oknum-oknum perusak lingkungan. (*)